Hari Santri Nasional Momen Meneguhkan Cinta Tanah Air
Oleh :
NASICHUN AMIN
“Siapa kita ?” , “Santri Indonesia” , “NKRI !”, Harga Mati”, “Pancasila !”, “Jaya”. Begitulah salah satu yel yel yang diikrarkan bersama masyarakat dalam gebyar di Hari Santri Nasional di Lapangan Desa Duduksampeyan hari ahad kemarin. Acara tersebut diselenggarakan untuk menyambut Hari santri Nasional tahun 2018 di tingkat Kecamatan Duduksampeyan Kab. Gresik.
Hari Santri Nasional (HSN) yang ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 22 Tahun 2015 sebagai salah satu wujud pengakuan pemerintah terhadap peran besar kyai dan santri dalam mewujudkan dan mempertahankan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kemerdekaan indonesia memang tidak lepas dari para santri dan ulama, karena memang tak hanya tentara yang berperang melawan penjajah, tercatat banyak ulama dan santri yang ikut berperang untuk mengusir penjajah dari bumi Indonesia.
Maksud dari kata “Santri” menurut KH Abdul Ghoffar Rozien selaku Ketua Pengurus Pusat Rabithah Ma’ahid Islamiyyah Nahdlatul Ulama (Organisasi Ikatan Pesantren) adalah bukan hanya santri di pondok pesantren atau alumni pesantren atau jiwanya santri, tapi (semua orang yang) beragama Islam, berakhlak, hormat sama kiai hormat pada ulama. Jadi tidak benar kalau memaknai hari santri itu hanya miliknya santri, atau miliknya alumni pesantren
Zainul Milal Bizawie penulis buku "Laskar Ulama-Santri dan Resolusi Jihad" menerangkan bahwa sejarah mencatat para santri mewakafkan hidupnya untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dan mewujudkan cita-cita kemerdekaan tersebut. Karenanya, para santri dengan caranya masing-masing bergabung dengan seluruh elemen bangsa yang lain melawan penjajah, menyusun kekuatan di daerah-daerah terpencil, mengatur strategi dan mengajarkan kesadaran tentang arti kemerdekaan. 22 Oktober menjadi penanda adanya keterkaitan antara santri dengan tegaknya Indonesia dengan munculnya para pahlawan bangsa. Sebagaimana diketahui hari Pahlawan adalah 10 November yang menandai adanya perlawanan terhebat rakyat Indonesia terhadap Belanda.
Dengan ditetapkannya 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional dapat dijadikan penanda terjadinya peristiwa 10 November tidak dapat dilepaskan dari peran para santri. Karenanya, 20 hari sejak 22 Oktober hingga 10 November dapat dijadikan momentum para santri dengan khidmat mengenang sekaligus memperingatinya jasa para santri yang telah berjuang bagi tegaknya Indonesia. Perlu dicatat, munculnya Resolusi jihad tidaklah secara instan tanpa ijtihad bertahap yang cukup panjang. Ijtihad tersebut tidak hanya melewati satu dua generasi, akan tetapi menjalur ke belakang sampai titik masuknya Islam di bumi Nusantara. Resolusi Jihad adalah hasil dari proses panjang pasang surut perjuangan ulama-ulama sebelumnya.(http:// www.nu.or.id/ post/read/72206/ hari-santri-nasional-mengembalikan -sejarah-bangsa)
KH. Hasyim Asy’ari sebagai tokoh besar pendiri Nahdatul Ulama menyerukan jihad atau Resolusi Jihad dengan mengatakan bahwa “Membela tanah air dari penjajah hukumnya fardlu’ain atau wajib bagi setiap orang”. Statemen ini ditindaklanjuti dengan ungkapan “Hubbul waton minal iman” atau diterjemahkan menjadi “Cinta Tanah Air sebagai bagian dari Iman”.
Momen HSN dapat menjadi penguat persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia pada setiap tahunnya. HSN juga menjadi pengingat bagi kaum santri untuk selalu sadar bahwa dalam perjuangan dan dakwah Islam Rohmatan lil Alamin akan menghadapi tantangan, ancaman dan hambatan yang semakin berat dan keras sesuai perkembangan zaman yang semakin modern. Dengan momen HSN mari kita bersama meneguhkan cinta kepada tanah air dengan membangun bangsa dan Negara mewujudkan Negara yang bermartabat, adil dan makmur.
0 Response to "Hari Santri Nasional Momen Meneguhkan Cinta Tanah Air"
Posting Komentar